Monday, April 22, 2019

Pengertian, Sejarah, Fungsi, dan Bentuk Seni Patung

Tags

Pengertian Seni Patung Menurut Para Ahli
Dalam hal ini menurut bentuknya, patung merupakan salah satu karya seni rupa tiga dimensi. Sebab, patung memiliki ukuran panjang, lebar dan tinggi (volume) serta dapat dinikmati dari segala arah.

Karya patung modern saat ini mulai berkembang pesat seiring dengan kebutuhan dalam mengarungi perubahan gaya hidup di lingkungan kita.

Menurut ensiklopedia indonesia ( 1990 : 215 ) seni patung sculpture berarti seni pahat atau bentuk badan yang padat yang diwujudkan dalam tiga dimensional yang ciptaanya bisa berupa gambar-gambar timbul (relief) atau patung yang di buat dari media kayu maupun logam.

Berikut ini disampaikan beberapa ahli seni rupa yang mendefinisikan seni patung.

Menurut Mikke Susanto (2011: 296) seni patung adalah sebuah tipe karya tiga dimensi yang bentuknya dibuat dengan metode subtraktif (mengurangi bahan seperti memotong, menatah) atau aditif (membuat model lebih dulu seperti mengecor dan mencetak).

Sedangkan menurut Soenarso dan Soeroto dalam bukunya ( 1996: 6) Seni Patung adalah semua karya dalam bentuk meruang.

Menurut Kamus Besar Indonesia adalah benda tiruan, bentuk manusia dan hewan yang cara pembuatannya dengan dipahat.

Selanjutnya B.S Myers (1958: 131-132) mendefinisikan Seni patung adalah karya tiga dimensi yang tidak terikat pada latar belakang apa pun atau bidang manapun pada suatu bangunan. Karya ini diamati dengan cara mengelilinginya, sehingga harus nampak mempesona atau terasa mempunyai makna pada semua seginya.

Selain itu Mayer (1969: 351) menambahkan bahwa seni patung berdiri sendiri dan memang benar-benar berbentuk tiga dimensi sehingga dari segi manapun kita melihatnya, kita akan dihadapkan kepada bentuk yang bermakna.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa karya seni memiliki media yang sangat luas. Segala hal mampu menjadi aspek pendukung dalam terciptanya karya seni, yang perwujudan salah satunya adalah karya seni patung. Cabang seni rupa tiga dimensi ini merupakan perwujudan ekspresi dan kreasi manusia.


DAFTAR ISI :

Pengertian Seni Patung
Sejarah Seni Patung di Dunia
Unsur Rupa dalam Seni Patung
Fungsi Seni Patung
Jenis Patung Dilihat Dari Cara Pembuatannya
Jenis Patung Dilihat dari Posisinya
Teknik Pembuatan Patung
Alat Untuk Membuat Patung
Bahan dalam Seni Patung
Dasar Pembuatan Patung
Proses Penciptaan Karya Seni Patung
Prinsip Desain dalam Seni Patung


Sejarah Seni Patung di Dunia

Asia

Berbagai macam jenis patung terdapat di banyak wilayah yang berbeda di Asia, biasanya dipengaruhi oleh agama Hindu dan Buddha. Sejumlah besar patung Hindu di Kamboja dijaga kelestariannya di Angkor, akan tetapi penjarahan terorganisir yang terjadi berdampak besar pada banyak situs peninggalan di negara itu. Lihat juga Angkor Wat. Di Thailand, kebanyakan patung dikhususkan pada bentuk Buddha. Di Indonesia, patung-patung yang dipengaruhi agama Hindu banyak ditemui di situs Candi Prambanan dan berbagai tempat di pulau Bali. Sedangkan pengaruh agama Buddha ditemui di situs Candi Borobudur.


Di India, karya patung pertama kali ditemukan di peradaban Lembah Indus (3300-1700) SM. Ini adalah salah satu contoh awal karya patung di dunia. Kemudian, setelah Hinduisme, Buddhisme dan Jainisme berkembang lebih jauh, India menciptakan patung-patung tembaga serta pahatan batu dengan tingkat kerumitan yang besar, seperti yang terdapat pada hiasan-hiasan kuil Hindu, Jain dan Buddha.

Artifak-artifak yang ditemukan di Republik Rakyat Cina berasal dari sekitar tahun 10.000 SM. Kebanyakan karya patung Tiongkok yang dipajang di museum berasal dari beberapa periode sejarah, Dinasti Zhou (1066-221 SM) menghasilkan bermacam-macam jenis bejana perunggu cetak dengan hiasan yang rumit. Dinasti Qin (221-206 SM) yang terkenal dengan patung barisan tentara yang dibuat dari terracota. Dinasti Han (206 SM – 220AD) dengan patung-patung figur yang mengesankan kekuatan. Patung Buddha pertama ditemui pada periode Tiga Kerajaan (abad ketiga). Yang dianggap sebagai zaman keemasan Tiongkok adalah periode Dinasti Tang, pada saat perang saudara, patung-patung figur dekoratif dibuat dalam jumlah banyak dan diekspor untuk dana peperangan.


Kemudian setelah akhir Dinasti Ming (akhir abad 17) hampir tidak ada patung yang dikoleksi museum, lebih banyak berupa perhiasan, batu mulia, atau gerabah–dan pada abad 20 yang gegap gempita sama sekali tidak ada karya yang dikenali sebagai karya patung, meskipun saat itu terdapat sekolah patung yang bercorak sosial realis pengaruh Soviet di awal dekade rezim komunis, dan pada pergantian abad, para pengrajin Tiongkok mulai mendominasi genre karya patung komersial (patung figur miniatur, mainan dsb) dan seniman garda depan Tiongkok mulai berpartisipasi dalam seni kontemporer Eropa Amerika.


Di Jepang, karya patung dan lukisan yang tak terhitung banyaknya, seringkali di bawah sponsor pemerintah. Kebanyakan patung di Jepang dikaitkan dengan agama, dan seiring dengan berkurangnya peran tradisi Buddhisme, jenis penggunaan bahannya juga berkurang. Selama periode Kofun (abad ketiga), patung tanah liat yang disebut haniwa didirikan di luar makam. Di dalam Kondo yang berada di Horyu-ji terdapat Trinitas Shaka (623), patung Buddha yang berupa dua bodhisattva serta patung yang disebut dengan Para Raja Pengawal Empat Arah. Patung kayu (abad 9) mengambarkan Shakyamuni, salah satu bentuk Buddha, yang menghiasi bangunan sekunder di Muro-ji, adalah ciri khas dari patung awal periode Heian, dengan tubuh berat, dibalut lipatan draperi tebal yang dipahat dengan gaya hompa-shiki (ombak bergulung), serta ekspresi wajah yang terkesan serius dan menarik diri. Sekolah seni patung Kei, menciptakan gaya patung baru dan lebih realistik.


Afrika

Seni rupa di Afrika memiliki penekanan pada seni patung. Para seniman Afrika cenderung lebih menyukai karya tiga dimensi dibandingkan dengan dua dimensi. Meskipun para antropolog berpendapat bahwa patung yang mula-mula dikenal di Afrika berasal dari kebudayaan Nok di Nigeria sekitar tahun 500 SM, karya-karya seni Afrika Pharaonic (berkaitan dengan zaman Mesir kuno), kurun waktunya lebih awal daripada periode Nok. Patung logam yang berasal dari bagian timur Afrika barat, seperti Benin, dianggap sebagai yang terbaik yang pernah dihasilkan.



Patung diciptakan dan disimbolkan mencerminkan tempat asal di mana patung tersebut dibuat. Berdasarkan bahan dan teknik yang digunakan serta fungsinya, karya patung berlainan dari satu daerah ke daerah lain.



Di Afrika Barat figur patung memiliki tubuh memanjang, bentuk bersudut, dan tampilan wajah yang lebih merepresentasi bentuk ideal daripada individual. Figur-figur tersebut dipakai dalam ritual keagamaan dan seringkali permukaannya dilapisi bahan lewat upacara sesaji. Berlawanan dengan ini adalah patung yang diciptakan oleh penduduk Afrika Barat yang berbahasa Mande. Patung karya mereka terbuat dari kayu memiliki permukaan melebar dan rata sementara lengan dan kakinya berbentuk seperti silinder.



Di Afrika Tengah ciri khasnya termasuk wajah yang berbentuk seperti hati yang melengkung ke dalam serta pola lingkaran dan titik. Meskipun beberapa kelompok lebih menyukai penciptaan wajah dengan bentuk geometris dan bersudut. Bahan yang digunakan adalah kayu, yang paling banyak digunakan, juga gading, tulang, batu, tanah liat serta logam. Kawasan Afrika Tengah memiliki gaya patung yang menyolok yang dengan mudah dapat diidentifikasi dari mana asal patung itu dibuat.


Satu jenis karya tiga dimensi yang dibuat di kawasan Afrika Timur adalah patung tiang. Tiang dipahat berbentuk manusia dan dihias dengan bentuk-bentuk geometris, sementara bagian puncaknya dipahat dengan figur orang, binatang atau objek-objek lain. Tiang ini ditaruh di dekat makam dan diasosiasikan dengan kematian.


Patung figur dari tanah liat tertua yang dikenal di Afrika Selatan berasal dari tahun 400 sampai 600 AD dan memiliki kepala berbentuk silindris. Figur dari tanah liat ini memiliki tampilan berupa gabungan antara manusia dan binatang. Selain patung tanah liat ada juga sandaran kepala dari kayu yang dikuburkan bersama pemiliknya dalam makam. Sandaran kepala ini berupa bentuk geometris atau figur binatang.



Mesir

Karya seni patung Mesir kuno dikembangkan untuk merepresentasikan dewa-dewa Mesir kuno, juga para Fir’aun, dalam bentuk fisik. Aturan-aturan yang sangat ketat diikuti ketika menciptakan karya patung; patung laki-laki dibuat lebih gelap daripada patung perempuan; dalam patung berposisi duduk , tangan harus diletakkan pada lutut dan aturan-aturan tertentu dalam menggambarkan para dewa. Peringkat artistik didasari atas kesesuaian dengan aturan, dan aturan tersebut diikuti secara ketat selama ribuan tahun, sehingga penampilan patung tidak banyak berubah kecuali selama periode singkat semasa pemerintahan Akhenaten dan Nefertiti, diperbolehkan penggambaran secara naturalistik.


 Eropa

Romawi Yunani Klasik

Seni patung klasik Eropa merujuk pada seni patung dari zaman Yunani Kuno, Romawi kuno serta peradaban Helenisasi dan Romanisasi atau pengaruh mereka dari sekitar tahun 500 SM sampai dengan kejatuhan Roma di tahun 476 AD, istilah patung klasik juga dipakai untuk patung modern yang dibuat dengan gaya klasik. Patung-patung klasik Eropa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Figur badan penuh: berupa laki-laki muda atletis atau wanita telanjang.
Portrait: menunjukkan tanda-tanda usia atau karakter yang kuat.
Memakai kostum serta atribut dewa-dewi klasik
Peduli dengan naturalisme didasari dengan observasi, seringkali memakai model sungguhan.


Bentuk patung telanjang biasanya diterima secara luas oleh masyarakat, didasari pada lamanya tradisi yang mendukungnya. Tapi adakalanya, ada yang berkeberatan dengan tema ketelanjangan ini, biasanya dari kalangan fundamentalis moral dan relijius. Contohnya, beberapa patung Yunani koleksi Vatikan dihilangkan penisnya.


Periode Gothik



Mata rantai yang menghubungkan seni, dalam hal ini adalah arsitektur, Eropa zaman pertengahan (Gothik) dengan seni arsitektur Romawi disebut dengan periode Romanesque. Karya seni patung Gothik awal adalah dari pengaruh agama Kristen, serta lahir dari dinding gereja dan biara. Patung yang terdapat di Chartres Cathedral (sekitar th. 1145) di Perancis merupakan karya patung awal zaman Gothik. Di Jerman, terdapat di Cathedral Bamberg dari tahun 1225. Di Inggris, karya patung hanya terbatas pada yang dipakai pada batu nisan serta dekorasi non figur (sebagian ini disebabkan karena ikonoklasme Cistercian). Di Italia, masih dipengaruh bentuk-bentuk zaman klasik, seperti yang terdapat pada mimbar Baptistery di Pisa serta di Siena.



Renaissance



Pada zaman renaissance, seni patung juga turut dihidupkan kembali, bahkan dalam beberapa kasus lebih dulu dibandingkan dengan karya seni lain. Salah satu tokoh penting dalam masa ini adalah Donatello, dengan karya patung perunggunya, David (jangan rancu dengan David-nya Michelangelo). Ini merupakan karya patung awal zaman Renaissance. Demikian juga dengan Michelangelo yang selain membuat patung David, juga membuat Pietà. Patung David dari Michelangelo merupakan satu contoh gaya kontraposto dalam menggambarkan figur manusia. Masih ada beberapa periode dari zaman renaissance ke modernisme yang dipengaruhi oleh perubahan politik, gerakan kebudayaan atau hal lain, yaitu periode mannerisme, baroque dan neo klasik.



Modernisme


Auguste Rodin merupakan salah satu pematung Eropa terkenal dari awal abad 20. Ia seringkali disebut sebagai seniman patung Impresionis. Seni patung modern klasik kurang berminat pada naturalisme, detail anatomi atau kostum dan lebih tertarik pada stilisasi bentuk, demikian juga pada irama volume dan ruang. Seiring dengan perkembangan waktu, gaya seni patung modern klasik kemudian diadopsi oleh dua penguasa totalitarian Eropa: Nazi Jerman dan Uni Soviet. Sementara di kawasan Eropa lain, gaya ini berubah menjadi bersifat dekoratif/art deco (Paul Manship, Carl Milles), stilisasi abstrak (Henry Moore, Alberto Giacometti) atau lebih ekspresif. Gerakan modernis dalam karya seni patung menghasilkan karya Kubisme, Futurisme, Minimalisme, Instalasi dan Pop art.


Unsur Rupa dalam Seni Patung


Dalam berkarya seni patung untuk mendapatkan hasil yang baik diperlukan unsur-unsur pendukung bentuk yang sering disebut unsur-unsur rupa (visual). Secara garis besar unsur-unsur (visual) yang dikembangkan dalam berkarya adalah sebagai berikut :



1. Garis

Unsur rupa garis merupakan pertemuan dari suatu titik ke titik yang lain. Menurut Yudoseputro (1993:89) garis merupakan unsur visual yang paling penting dan berfungsi sebagai pembatas, pemberi kesan dimensi dan pemberi kesan tekstur pada bidang. Meskipun sederhana garis memiliki peran sangat penting dalam menciptakan karya seni rupa.



Menurut Nursantara (2007:11) garis merupakan barisan titik yang memiliki dimensi memanjang dan arah tertentu dengan kedua ujung terpisah. Ia bisa panjang, pendek, tebal, halus, lurus, lengkung, patah, berombak, horizontal, vertikal, diagonal, dan sebagainya. Lebih lanjut dikatakan bahwa menurut wujudnya, garis bisa berupa nyata dan semu. Garis nyata adalah garis yang dihasilkan dari coretan atau goresan langsung. Garis semu adalah garis yang muncul karena adanya kesan kesan batas (kontur) dari suatu bidang, warna, atau ruang. Susanto (2002:45), menyatakan bahwa garis adalah perpaduan sejumlah titik-titik yang sejajar dan sama besar. Ia memiliki dimensi memanjang dan punya arah, bisa pendek, panjang, halus, tebal, berombak, melengkung, lurus, dan lain- lain.



Garis merupakan tanda atau markah yang memanjang, yang membekas pada suatu permukaan dan mempunyai arah. Perwujudan garis juga sangat dipengaruhi oleh karakter senimannya (Sunaryo, 2002:5). Menurut Kartika (2004:40), goresan atau garis yang dibuat oleh seorang seniman akan memberikan kesan psikologis yang berbeda pada setiap garis yang hadir. Selain itu alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan karya seni juga sangat menentukan perbentukan garis yang dihasilkan.

Sunaryo (2002:4), menyatakan bahwa garis ditinjau dari segi jenisnya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : (1) Garis lurus, garis yang berkesan tegas dan lancar, memiliki arah yang jelas ke arah pangkal ujungnya, garis ini ada umumnya bersifat kaku. (2) Garis tekuk, garis yang bergerak meliuk-liuk, berganti arah atau tak menentu arahnya, penampilannya membentuk sudut-sudut atau tikungan yang tajam kadang berkesan tegas dan tajam. (3) Garis lengkung, garis yang berkesan lembut dan kewanitaan ditinjau dari segi arah garis juga dibagi menjadi tiga bagian yaitu : Garis tegak (vertikal) yaitu penampilannya berkesan kokoh, memiliki vitalitas yang kuat; Garis datar (horisontal) yaitu penampilannya berkesan tenang, mantap dan luas; Garis silang (diagonal) yaitu penampilannya berkesan bergerak dan giat.



Pada pahatan sebuah patung garis yang nampak merupakan garis maya yang terkesan tegas, kaku, luwes dan lengkung karena adanya torehan pahat yang membentuk gelap terang dan diakibatkan adanya sinar yang jatuh pada permukaan patung.



2. Warna

Warna adalah suatu kualitas rupa yang membedakan kedua objek atau bentuk yang identik raut, ukuran, dan nilai gelap terangnya. Warna yang kita cerap, sangat ditentukan oleh adanya pancaran cahaya (Sunaryo, 2002 :12). Menurut Soegeng dalam Kartika (2004 : 48) warna merupakan kesan yang ditimbulkan cahaya pada mata. Warna pada benda-benda tersebut tidak mutlak, melainkan setiap warna akan dipengaruhi oleh kepentingan penggunaannya.



Pada setiap patung memiliki warna berbeda-beda dengan patung yang lainnya tergantung medium yang digunakan dalam membuat patung. Dari unsur warna dapat menambah nilai keindahan patung yang diperoleh dari karakteristik warna medium yang digunakan, sehingga unsur warna yang ada pada patung dapat dimanfaatkan sebagai salah satu nilai estetis pada karya seni patung.



3. Tekstur

 Tekstur (texture) ialah unsur rupa yang menunjukkan rasa permukaan bahan, sengaja dibuat dan dihadirkan dalam susunan untuk mencapai bentuk rupa, sebagai usaha untuk memberikan rasa tertentu pada permukaan bidang pada perwajahan bentuk pada karya seni rupa secara nyata atau semu (Kartika, 2004 : 47-48). Menurut Susanto (2002:20) tekstur atau barik merupakan nilai raba, kualitas permukaan yang dapat melukiskan sebuah permukaan objek seperti kulit, rambut, dan bisa merasakan kasar-halusnya, teratur-tidaknya suatu objek.



Tekstur adalah sifat permukaan yang memiliki karakter halus, licin, polos, kasap, mengkilap, berkerut, dan sebagainya (Sunaryo, 2002:11). Sesuai dengan Nursantara (2007:15), tekstur adalah nilai raba dari suatu permukaan, bisa halus, kasar, licin, dan lain-lain. Dalam seni patung tekstur dapat diperoleh dengan menggunakan unsur warna, garis, raut yang mempunyai hasil nilai raba yang berbeda-beda dan selain itu tekstur juga dapat diperoleh dari medium patung yang digunakan.


4. Raut

Raut (shape) adalah suatu bidang kecil yang terjadi karena dibatasi oleh sebuah kontur (garis) dan atau dibatasi oleh adanya warna yang berbeda atau oleh gelap terang pada arsiran atau karena adanya tekstur (Kartika, 2004 : 41). Di dalam karya seni, shape digunakan sebagai simbol perasaan seniman di dalam menggambarkan objek hasil subjek matter. Menurut Sunaryo (2004:4), berawal dari kata shape yang secara umum bermakna perwujudan yang dikelilingi oleh kontur dan sapuan-sapuan warna, untuk menyatakan suatu bidang maupun sesuatu yang bervolume atau bermassa. Menurut Wong dalam Sunaryo (2002 : 10) dari segi perwujudannya, raut dapat dibagi menjadi (1) raut geometris, (2) raut organis, (3) raut beraturan, dan (4) raut tak beraturan.



5. Bentuk

Pada dasarnya pengertian bentuk (form) adalah wujud fisik yang dapat dilihat (Bastomi, 1992 : 55). Bentuk tidak terlepas kaitannya dengan elemen garis. Bidang adalah suatu bentuk dataran yang dibatasi garis, dengan kata lain bentuk disebut juga bidang bertepi. Bentuk merupakan wujud, seperti pada karya seni patung yang selalu memiliki bentuk yang berbeda-beda. Pada seni patung juga menggunakan unsur bentuk sebagai salah satu unsur keindahannya, karena dengan melihat dari segi fisik atau bentuk yang ada maka patung dapat dinilai keindahan objektifnya.



6. Ruang

Ruang (space) adalah unsur atau daerah yang mengelilingi sosok bentuknya. Menurut Yudoseputro (1993 : 98) unsur ruang sebenarnya tidak dapat dilihat atau sesuatu yang khayal. Ruang dapat dihayati hanya dengan kehadiran benda atau membuat garis dan bidang di atas lembar kertas.


Dalam desain dwimatra ruang bersifat maya karena itu disebut ruang maya. Ruang maya dapat bersifat pipih, datar dan rata. Berkesan trimatra yang lazim disebut kedalaman. Kedalaman merupakan ruang ilusi atau tidak nyata, sedangkan ruang nyata dapat ditempati benda dan bersifat trimatra seperti pada karya seni patung yang juga memiliki unsur ruang.


7. Volume

Suatu ruang yang dibatasi dengan bidang disebut volume. Volume dalam patung terwujud dalam bentuk bagian-bagian dari keseluruhan massa, tercipta karena keluasan dan kedalaman (Tristiadi, 2003: 10). Seni patung memiliki unsur volume yang juga disebut isi, patung memiliki unsur trimatra dan memiliki unsur ruang di dalamnya yang menjadikan volume ada dalam karya seni patung.



8. Gelap Terang



Unsur gelap terang disebut unsur cahaya, yang berasal dari matahari yang berubah-ubah derajat intensitasnya, maupun sudut jatuhnya yang menghasilkan bayangan dengan keanekaragaman kepekatannya (Sunaryo, 2002: 19). Unsur gelap terang pada karya seni menghasilkan bayangan yang dapat mempengaruhi bentuk karya seni itu sendiri. Hubungan antara gelap terang dan pencahayaan menghasilkan suatu bayangan sehingga menimbulkan suatu gradasi. Gradasi inilah yang nantinya membentuk efek pada mata sehingga mengakibatkan adanya perbedaan gelap dan terangnya pada suatu benda.


Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mewujudkan hasil karya seni yang bernilai estetis tidak dapat lepas dari unsur-unsur visual yang menyusunnya. Garis, warna, tekstur, raut, bentuk, ruang, volume dan gelap terang adalah bahasa visual yang dapat mengungkapkan emosi, sama persis dengan nada-nada dalam musik yang langsung menyentuh dan menggetarkan hati. Nada-nada tersebut adalah ungkapan dari semua yang ada di dalam.



Garis hadir sebagai terwujudnya raut atau bidang, dan bidang sebagai penggambaran suatu objek dengan torehan warna dan tekstur untuk mengekspresikan jiwa. Sedangkan hadirnya sebuah objek yang memiliki wujud atau bentuk maka akan tercipta sebuah ruang dan volume yang mengisinya, dengan gelap terang yang terjadi karerna adanya perbedaan intensitas cahaya yang diterima oleh suatu objek.


Penyusun atau komposisi dari unsur-unsur estetik merupakan prinsip pengorganisasian unsur dalam desain. Untuk menambah nilai lebih dalam karya seni, selain unsur-unsur visual dalam berkarya seni juga harus memperhatikan prinsip-prinsip desain.

Fungsi Seni Patung


Seni patung pada zaman dahulu di buat untuk kepentingan keagamaan, pada zaman Hindu dan Budha, patung di buat untuk menghormati dewa atau orang yang di jadikan teladan. Pada perkembangan selanjutnya patung dibuat untuk monumen atau peringatan suatu peristiwa besar pada suatu bangsa, kelompok atau perorangan. Pada jaman sekarang seni patung sering diciptakan untuk mengekspresikan diri penciptanya karena lebih bebas dan bervariasi.

Seni patung juga diciptakan untuk dinikmati nilai keindahan bentuknya. Secara umum berdasarkan pembutanya seni patung ada 6 macam yaitu :


Patung religi, selain dapat dinikmati keindahannya tujuan utama dari pembuatan patung ini adalah sebagai sarana beribadah, bermakna relijius.
Patung monument, keindahan dan bentuk petung yang dibuat sebagai peringatan peristiwa bersejarah atau jasa seorang pahlawan.
Patung arsitektur, keindahan patung dapat dinikmati dari tujuan utama patung yang ikut aktif berfungsi dalam kontruksi bangunan.
Patung dekorasi, untuk menghias bangunan atau lingkungan taman.
Patung seni, patung seni untuk di nikmati keindahan bentuknya.
Patung kerajinan, hasil dari para pengrajin. Keindahan patung yang dibuat selain untuk dinikmati juga sengaja untuk dijual.




Di Indonesia pada masa lampau sudah dikenal patung primitif seperti yang terdapat di Irian Jaya (Asmad) dan Sulawesi Selatan (Toraja). Menurut pendapat Musoiful Faqih M (2004:59) pada masa Hindu-Budha patung klasik terutama berkembang di Jawa dan Bali. Karya patung primitif dan klasik secara tradisional berlangsung turun temurun hingga sekarang. Selanjutnya primitif dan klasik disebut corak tradisional sedangkan patung di luar primitif dan klasik disebut patung yang bercorak modern. Dilihat dari perwujudannya, ragam seni patung modern dapat dibedakan menjadi tiga:



Berdasarkan Coraknya Dilihat dari Perwujudannya :



Corak Imitatif (Realis/ Representatif)

Corak ini merupakan tiruan dari bentuk alam (manusia, binatang dan tumbuhan). Perwujudannya berdasarkan fisio plastis atau bentuk fisik baik anatomi proporsi, maupun gerak. Patung corak realis tampak pada karya Hendro, Trubus, saptoto dan Edy Sunarso.



Corak Deformatif

Patung corak ini bentuknya telah banyak berubah dari tiruan alam. Bentuk-bentuk alam digubah menurut gagasan imajinasi pematung. Pengubahan dan bentuk alam digubah menjadi bentuk baru yang keluar dari bentuk aslinya. Karya ini tampak pada karya But Mochtar G Sidhartha.



Corak Nonfiguratif (Abstrak) Patung ini secara umum sudah meninggalkan bentuk-bentuk alam untuk perwujudannya bersifat abstrak. Karya ini tampak pada karya Rita Widagdo yang tidak pernah sedikitpun menampilkan bentuk yang umum dikenal seperti bentuk-bentuk yang ada di alam. Ia mengolah elemen- elemen rupa tri-matra seperti; garis, bidang, ruang, dan memperlakukan unsur- unsur rupa tersebut sebagaimana adanya – tidak mewakili konsep atau pengertian tertentu.


Jenis Patung Dilihat dari Cara Pembuatannya

Arca merupakan patung dengan bentuk makhluk hidup seperti manusia dan binatang.
Relief merupakan karya seni patung yang hanya bisa dinikmati dari arah depan karena terletak pada dinding.

Jenis Patung Dilihat dari Posisinya


Patung Free Standing, merupakan jenis patung yang berdiri tegak.
Patung Zonde merupakan jenis patung yang utuh dalam posisi yang beragam seperti duduk, jongkok, tidur, berdiri dan lain-lain.
Patung Boss merupakan patung setengah badan.
Patung Tarso merupakan patung yang dibuat hanya bagian-bagian tertentu atau sebagian tubuhnya saja.

Teknik Pembuatan Patung


Berdasarkan bahan yang dipergunakan untuk membuat patung, maka teknik pembuatan patung menurut Humar Sahman (1993 : 80) dapat dibedakan menjadi lima cara :


1. Memahat (Carving)

Teknik carving atau memahat ini pada dasarnya merupakan proses mengurangi bagian-bagian yang tidak diperlukan. Proses carving berawal dari bungkahan batu, kayu atau benda padat yang dapat dipahat, akan dibuang bagian- bagiannya yang tidak esensial sehingga gagasan yang ada sebelumnya bisa dibebaskan dari bungkahan itu (Sahman, 1992:85). Menurut Sukaryono (1994:33) teknik pahatan yaitu membuang bagian demi bagian, sedikit demi sedikit dengan cara memahat dan ditinggalkan bagian bentuk yang diinginkan. Bahan yang digunakan dalam teknik ini antara lain : batu, cadas, marmer, kayu, dan lain-lain.


Memahat (carving) dalam karya seni patung yaitu mengurangi sedikit demi sedikit bagian yang tidak diinginkan hingga menjadi bentuk patung yang diinginkan sesuai ide atau gagasan awalnya. Carving merupakan proses yang  sulit, karena itu memerlukan adanya penguasaan teknik khusus dan gagasan atau konsepsi yang cukup matang.



2.Membentuk (Modeling)


Modeling atau membentuk adalah teknik membuat karya dengan memanfaatkan bahan plastis, seperti tanah liat dan plastisin. Sahman (1992:85), mengatakan bahwa modeling yaitu membentuk dengan menambahkan sedikit,


sehingga menjadi bentuk seperti yang dikehendaki. Bahan yang dipergunakan adalah bahan yang mempunyai sifat elastis, jadi bentuk yang dikehendaki diperoleh dengan cara menambahkan bahan baru pada bentuk yang sedang dalam proses menuju tahap penyelesaian.


Menurut Sukaryono (1994:33) modeling yaitu dengan jalan menempelkan bahannya sedikit demi sedikit sehingga menjadi bentuk seperti yang diinginkan. Bahan yang digunakan dalam teknik ini antara lain: tanah liat, semen, gips, bubur kertas, lilin. Dalam karya seni patung bahan plastis seperti itu memungkinkan pematungnya menggunakan proses aditif dan subtraktif yaitu bentuk yang dikehendaki diperoleh dengan cara menambah atau mengurangi bahan yang sedang dalam proses pembentukan.



3. Menuang (Casting)

Casting artinya mencetak, yaitu mencetak adonan yang besifat cair dengan menggunakan cetakan untuk menghasilkan bentuk yang diinginkan (Sahman, 1992:86). Casting atau cor merupakan teknik cor atau tuang, bahan yang digunakan adalah bahan yang bias dicairkan seperti semen, gipsum, logam, fiber glass dan lain sebagainya.



Pembuatan patung ini sebelumnya harus menyiapkan cetakan terlebih dahulu seperti dari bahan gips atau sejenisnya, sehingga menjadi sebuah cetakan yang terdiri dari beberapa bagian dan ketika ingin mencetak maka tinggal menyatukan beberapa bagian tadi sesuai bentuk cetakan.

4. Merangkai (Assembling)

Assembling atau merangkai yaitu pembentukan dengan cara merangkai dari berbagai macam bahan (Sahman, 1992:86). Bahan-bahan yang digunakan dalam merangkai antara lain adalah kain bekas, logam, karet, kulit, kaca, plastik, kayu dan lain-lain.

5. Menyusun (Constructing)

Teknik constructing atau konstruksi mempunyai kecenderungan pada karya arsitektural atau seni bangunan. Constructing yaitu menyusun atau merakit komponen dari logam atau besi dengan menggunakan alat las sebagai penyambung (Sukaryono, 1994:33). Pengertian lain constructing menurut Sahman (1992:86) adalah membentuk dengan jalan menyusun, menggabungkan, merangkaikan sehingga memperoleh bentuk yang direncanakan dengan media perekat yang sesuai. Alat yang digunakan antara lain; mesin las, palu, lem dan lain-lain. Biasanya teknik ini digunakan untuk mencipta patung dengan menyusun bahan sejenis.


Alat Untuk Membuat Patung Berdasarkan Bahan Yang Digunakan ( Bahan Seni Patung )



Peralatan yang digunakan untuk membuat patung tergantung kepada bahan dan tekniknya. Alat-alat yang digunakan dalam mematung terdiri dari :

butsir adalah alat Bantu untuk membuat patung terbuat dari kayu dan kawat.
Meja putar adalah meja untuk membuat patung dan dapat di gerakan denagan cara diputar,fungsinya untuk memudahkan dalam mengontrol bentuk dari berbagai arah.
Pahat
Palu kayu
Cetakan berfungsi untuk mengencangkan ikatan kawat dan memotong ikatan kawat.
Sendok adokan berfungsi untuk mengambil adonan dan menempelkanya pada kerangka patung
Pembuatan patung berbahan tanah liat memerlukan butsir dan sudip untuk mengambil dan menambal atau menambahkan bahan serta menghaluskan permukaan yang sulit dijangkau secara langsung oleh tangan.
Patung berbahan kayu dalam pembuatannya memerlukan pisau, kapak, martil, gergaji serta ampelas.
Patung dari bahan batu alat yang digunakan berupa pahat baja, martil besi, gurinda “Grenda”.
Patung cetak dari bahan logam alat yang digunakan ialah kompor pengecor, alat cetak dan gurinda.
Patung pahat dari bahan logam “berupa plat” alat yang diperlukan berupa martil, tatah “patah” dan gurinda “grenda”.
Patung berbahan semen alat yang diperlukan pisau, martil dan tang.

Bahan dalam Seni Patung


Dalam seni patung bahan merupakan media ekspresi dalam penciptaan seni patung. Bahan merupakan dasar dari sebuah karya yang belum terproses atau terolah untuk menjadi sebuah barang jadi. Bahan adalah material yang diolah atau diubah sehingga menjadi barang yang kemudian disebut karya seni  (Rondhi, 2003: 25).


Bahan dalam pembuatan patung meliputi banyak hal mulai dari kayu, logam, batu, tanah, karet, plastik, fiber, gypsum, dan lain sebagainya.



Setiap bahan memiliki berbagai karakteristik yang berbeda dalam penggunaannya yang berperan dalam menghasilkan karya seni berkualitas tinggi. Seperti pendapat Bastomi (2003:92) bahwa setiap bahan memiliki sifat khusus yang menjadi karakteristiknya. Karakteristik bahan ditentukan oleh beberapa aspek di antaranya:


(1) Keindahan yang terkandung di dalam bahan. Setiap bahan memiliki keindahan tersendiri terutama pada warna. Warna asli yang ada dalam bahan banyak mempengaruhi keindahan hasil karya seni.



(2) Tekstur atau kesan permukaan bahan. Tekstur itu sendiri dapat ditentukan oleh warna. Deretan warna bergelombang dapat memberi kesan permukaan yang tidak rata, sedangkan warna


Dasar Pembuatan Patung


Setelah kita mengetahui tentang unsur-unsur patung, kita beralih pada apa yang harus dilakukan dengan unsur-unsur tersebut. Perlakuan terhadap unsur-unsur patung dalam proses tersebut disebut sebagai dasar-dasar mematung. Dasar-dasar pembuatan patung diantaranya:


1. Membentuk dan membangun

Seorang pematung bekerja dengan menyusun unsur-unsur patung untuk membangun sebuah patung. Sejak ia mulai bekerja, seorang pematung mencoba untuk menyusun bingkah-bingkah kedalam suatu bangunan tertentu.



Menyusun dan membangun merupakan tindakan yang utama bagi pematung karena keduanya menentukan keseluruhan ujud dari sebuah patung( G. Shidarta, 1987:33).


2. Perbandingan (Proporsi), Keserasian (Harmoni) dan Kesatuan (Unity)

Menurut Mikke susanto (2011: 320) Perbandingan atau proporsi adalah ukuran antar bagian dan bagian, serta bagian dan kesatuan atau keseluruhan. Proporsi berhubungan erat dengan balance (keseimbangan), rhythm (irama,harmoni) dan unity (kesatuan). Proporsi dipakai pula sebagai salah satu pertimbangan untuk mengukur dan menilai keindahan artistik.


Perbandingan, keserasian dan kesatuan dari bentuk patung harus diperhatikan. Bila ada salah satu perbandingan yang tidak baik, akan menimbulkan kesan yang kurang serasi. Karena itu, dalam mematung harus selalu diperhatikan masalah perbandingan, agar patung mempunyai ukuran-ukuran yang sesuai dan serasi, agar tercipta bentuk kesatuan yang seimbang.


3. Keseimbangan (Balance), Dominasi dan Irama (Rhythem)

Keseimbangan (Balance) menurut Mikke Susanto (2011:46) didefinisikan sebagai persesuaian materi-materi dari ukuran berat dan memberi tekanan pada stabilitas suatu komposisi karya seni.


Seorang pematung bekerja dengan mempertimbangkan keseimbangan antara bagian-bagian dari patung dalam menyusun bentuk. Keseimbangan bagian atas dengan bagian bawah atau antara bagian kiri dan kanan dari sebuah patung untuk mendapatkan bentuk yang mantap.



Untuk menghindari kesan kaku dan menjemukan, seorang pematung dapat menciptakan irama dengan menggarap unsur-unsur patung.


Proses Penciptaan Karya Seni Patung


Tujuan penciptaan seni memang bermacam-macam, antara lain hanya untuk mempresentasikan keindahan semata-mata, ada yang merupakan curahan perasaan haru, dan tak kurang pula terdorong oleh keinginan untuk mencukupi kehidupan. Penciptaan suatu karya seni harus melalui proses untuk menghasilkan sebuah karya seni. Proses adalah suatu runtutan perubahan atau perkembangan sesuatu (Poerwadarminta, 1981 : 769). Jadi penciptaan suatu karya seni adalah



proses secara runtut dan berkesinambungan berupa tahapan-tahapan dengan adanya pengaruh dari lingkungan, sehingga karya seni dapat diciptakan oleh seniman.

Menurut L. H. Chapman (dalam Humar Sahman 1993 : 119), proses mencipta itu terdiri dari tiga tahapan :



Tahapan Awal

Tahapan awal ini berupa upaya penemuan gagasan atau mencari sumber gagasan. Dalam tahapan ini juga dapat dikatakan sebagai tahapan mencari inspirasi atau ilham yang terdapat pada lingkungan alam. Mencari inspirasi adalah upaya seniman untuk mendapatkan ide-ide baru. Dorongan yang kuat diperlukan oleh seniman dalam menciptakan karya seni.



Tahapan menyempurnakan, mengembangkan, dan memantapkan gagasan awal.

Dalam tahap menyempurnakan ini artinya mengembangkan menjadi gambaran pravisual yang nantinya dimungkinkan untuk diberi bentuk atau wujud nyata. Jadi gagasan yang muncul pada tahapan awal, pada tahapan ini masih harus diperbaiki menjadi gagasan yang sempurna, sehingga nantinya pada proses pembentukan sebuah karya seni dapat dengan mudah divisualisasikan yang berupa rancangan atau desain.

Tahapan visualisasi ke dalam medium

Di dalam proses mencipta, medium memang harus digunakan jika kita ingin menuntaskan sampai pada tahapan akhir. Medium ini sendiri berperan sebagai sarana bagi seniman untuk mengekspresikan gagasannya. Seniman dalam mewujudkan sebuah karya seni dari tahapan awal sampai tahapan visualisasi seniman lebih berperan aktif dan kreatif dalam mencari inspirasi, penyempurnaan gagasan, dan sampai visualisasi ke dalam medium.

Penuangan konsep atau bentuk desain ke dalam medium, mempermudah seniman dalam membuat dan menghasilkan sebuah karya seni. Pemilihan medium juga harus diperhatikan dengan baik, karena medium sangat berpengaruh dalam proses penciptaan.

Prinsip Desain dalam Seni Patung


Sebuah karya seni merupakan wujud organisasi dari unsur-unsur seni rupa. Unsur-unsur seni rupa tersebut diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga terciptalah sebuah bentuk yang memiliki makna. Dalam proses pengorganisasiannya, unsur-unsur tersebut ditata dengan memperhatikan aturan- aturan tertentu sehingga diperoleh suatu karya yang bernilai estetis. Asas yang mempedomani bagaimana mengatur, menata unsur-unsur rupa dan mengkombinasikan dalam menciptakan bentuk karya. Sehingga mengandung nilai estetis atau dapat membangkitkan pengalaman rupa yang menarik disebut dengan prinsip-prinsip desain (Sunaryo, 2002:6). Prinsip-prinsip desain disebut juga kaidah-kaidah yang menjadi pedoman dalam berkarya seni rupa. Dalam berkarya khususnya seni patung, harus memperhatikan prinsip-prinsip desain, antara lain :

Keseimbangan

Keseimbangan (balance) dalam pembuatan adalah keadaan atau kesamaan antara kekuatan yang saling berhadapan dan menimbulkan kesan seimbang secara visual ataupun secara intensitas kekaryaan. Keseimbangan ini ada dua macam, yaitu keseimbangan formal dan informal. Keseimbangan formal adalah keseimbangan pada dua pihak berlawanan dari satu poros. Sedangkan

keseimbangan informal adalah keseimbangan sebelah menyebelah dari susunan unsur yang menggunakan prinsip susunan ketidaksamaan atau kontras dan selalu asimetris (Kartika, 2004 : 60).

Irama

Irama (rhythm) merupakan pengaturan unsur-unsur rupa secara berulang dan berkelanjutan., sehingga bentuk yang tercipta memiliki kesatuan arah dan gerak yang membangkitkan keterpaduan bagian-bagiannya (Sunaryo, 2002:35). Menurut Kartika (2007:82), irama merupakan pengulangan unsur-unsur karya seni. Irama dalam seni rupa sangat penting karena pengamatan karya seni atau proses berkarya sangat membutuhkan waktu, sehingga perlu mengetahui irama dalam persoalan warna, komposisi, garis maupun lainnya (Susanto, 2002:98).

Repetisi merupakan perulangan unsur-unsur pendukung karya seni. Repetisi atau ulang merupakan selisih antara wujud yang terletak pada rung dan waktu. Sunaryo (2002:35) mengatakan bahwa irama dapat diperoleh dengan beberapa cara, yakni (1) repetitif, merupakan irama yang diperoleh dengan mengulang unsur, menghasilkan irama total yang sangat tertib, monoton dan menjemukan, sebagai akibat pengaturan unsur-unsur yang sama baik bentuk, ukuran maupun warnanya, (2) alternatif, merupakan bentuk irama yang tercipta dengan cara perulangan unsur-unsur rupa secara bergantian, (3) progresif, merupakan irama yang diperoleh dengan menunjukkan perulangan dalam perubahan dan perkembangan secara berangsur-angsur atau bertingkat, dan yang ke (4) flowing, merupakan irama yang mengalun terjadi karena pengaturan garis- garis berombak, berkelok, dan mengalir berkesinambungan.

Dominasi

Dominasi atau penonjolan mempunyai maksud mengarahkan perhatian orang yang menikmati suatu karya seni yang dipandang lebih penting daripada hal-hal yang lain. Penonjolan atau penekanan dilakukan dengan cara memberi intensitas, pemakaian warna kontras, dan ukuran yang berlawanan.

Menurut Sunaryo (2002: 36-37) dominasi adalah penonjolan peran atau penonjolan bagian, atas bagian lainnya dalam suatu keseluruhan. Dengan adanya dominasi, unsur-unsur tidak akan tampil seragam, setara atau sama kuat  melainkan justru memperkuat keseutuhan dan kesatuan bentuk. Lebih lanjut Bastomi (1992: 70), mengataan bahwa dominasi merupakan upaya untuk menonjolkan inti seni atau puncak seni, sehingga dominasi pada suatu karya seni sangat dibutuhkan karena akan menjadikan karya menarik dan menjadi pusat perhatian.

Karya yang baik mempunyai titik berat untuk menarik perhatian (center of interest). Ada beberapa cara untuk menarik perhatian kepada titik berat tersebut, yaitu dicapai dengan melalui perulangan ukuran dan kontras antara tekstur, nada warna, garis, ruang, bentuk (Kartika, 2007: 63)


Kesebandingan

Kesebandingan (proporsi) merupakan pengaturan hubungan antara bagian yang satu terhadap bagian keseluruhan (Sunaryo, 2002:31). Pengaturan bagian yang dimaksud bertalian dengan ukuran, yaitu besar kecilnya bagian, luas sempitnya bagian, panjang pendeknya bagian, atau tinggi rendahnya bagian. Tujuan pengaturan kesebandingan adalah agar dicapai kesesuaian dan keseimbangan, sehingga diperoleh kesatuan yang memuaskan. Kesebandingan juga menjadi prinsip desain yang mengatur hubungan ukuran unsur dengan keseluruhan agar tercapai kesesuaian.


Kesatuan

Kesatuan (unity) merupakan prinsip pengorganisasian unsur rupa yang paling mendasar (Sunaryo, 2002:31). Nilai kesatuan dalam suatu bentuk bukan ditentukan oleh jumlah bagian-bagiannya. Kesatuan diperoleh dengan terpenuhinya prinsip-prinsip yang lain maka kesatuan merupakan prinsip-prinsip desain yang paling berperan dan menentukan. Kartika (2007:59) mengatakan bahwa kesatuan bukan sekedar kuantitas bagian, melainkan menunjuk pada kualitas bagian-bagian.


Dengan kata lain, dalam kesatuan terdapat pertalian yang erat antar unsur-unsurnya sehingga tidak dapat terpisahkan satu dengan yang lain, serta tidak perlu ada penambahan lagi maupun yang dapat dikurangkan dari padanya.


Dari paparan di atas, prinsip desain pada dasarnya merupakan tolok ukur yang digunakan untuk menilai suatu karya yang baik khususnya dalam pengorganisasian setiap unsur sehingga membentuk perpaduan yang menarik.


Karya seni dapat dikatakan memiliki nilai estetis apabila dalam penciptaannya dapat dilihat dari bagaimana cara mendesain. Adapun desain yang baik adalah desain yang dibuat sesuai dengan prinsip desai n. Ada delapan unsur desain yang perlu diperhatikan oleh para seniman dalam mendesain karya seni, yaitu garis, warna, tekstur, raut, bentuk, ruang, volume, dan gelap terang.

Sedangkan yang perlu diperhatikan dalam mendesain adalah mengorganisasikan unsur-unsur desain dalam prinsip-prinsip desain yang terdiri dari : keseimbangan, irama, dominasi, kesebandingan dan kesatuan. Dengan demikian karya seni dapat dikatakan karya yang memiliki nilai keindahan, apabila seniman sudah menerapkan unsur-unsur seni dengan pengaturan yang didasarkan pada prinsip-prinsip desain. ***

Artikel Terkait