Kehidupan masyarakat pra-aksara terus berkembang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakatnya. Ternyata, pola kehidupan semi nomaden tidak menguntungkan karena setiap
manusia masih harus berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Di samping itu, setiap orang harus membangun tempat tinggal, meskipun hanya untuk sementara waktu. Dengan demikian, pola kehidupan semi nomaden dapat dikatakan kurang efektif dan efisien. Oleh karena itu, muncul gagasan untuk mengembangkan pola kehidupan yang menetap. Itulah, konsep dasar yang mendasari perkembangan kehidupan masyarakat pra aksara.
• setiap keluarga dapat membangunan tempat tinggal yang lebih baik untuk waktu yang lebih lama;
• setiap orang dapat menghemat tenaga karena tidak harus membawa peralatan hidup dari satu tempat ke tempat lain;
• para wanita dan anak-anak dapat tinggal lebih lama di rumah dan tidak akan merepotkan;
• wanita dan anak-anak sangat merepotkan, apabila mereka harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain;
• mereka dapat menyimpan sisa-sisa makanan dengan lebih baik dan aman;
• mereka dapat memelihara ternak sehingga mempermudah pemenuhan kebutuhan, terutama apabila cuaca sedang tidak baik;
• mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk berkumpul dengan keluarga, sekaligus menghasilkan kebudayaan yang bermanfaat bagi hidup dan kehidupannya;
• mereka mulai mengenal sistem astronomi untuk kepentingan bercocok tanam;
• mereka mulai mengenal sistem kepercayaan.
Dilihat dari aspek geografis, masyarakat pra aksara cenderung untuk hidup di daerah lembah atau sekitar sungai dari pada di daerah pegunungan. Kecenderungan itu didasarkan pada beberapa kenyataan, seperti:
• memiliki struktur tanah yang lebih subur dan sangat menguntungkan bagi kepentingan bercocok tanam;
• memiliki sumber air yang baik sebagai salah satu kebutuhan hidup manusia;
• lebih mudah dijangkau dan memiliki akses ke daerah lain yang lebih mudah;